Judul : Presiden Prawiranegara
Kisah 207 Hari Syafruddin
Prawiranegara
Memimpin Indonesia
Penulis : Akmal Nasery Basral
No. ISBN : 9789794336137
Penerbit : Mizan
Tanggal terbit : Maret – 2011
Tebal buku : 400
Kategori : Memoar
Walau hanya sesaat, seorang presiden tetaplah sosok yang pernah memimpin bangsa ini! Untuk itu , sosok Syafruddin Prawiranegara seyogyanya dikenang dan dihormati. Banyak yang tidak mengenal sosoknya, apalagi kaum muda saat ini. Padahal beliau sangat berjasa bagi bangsa kita, dari sisi pemerintahan dan ekonomi.
Buku ini berisi cerita yang dituturkan oleh seorang anak pribumi bernama Kamil Koto. Sungguh beruntung dia. Walau sebentar, ia sempat berada dekat bahkan memijat salah satu putra bangsa kita, Presiden Syafruddin Prawiranegara. Dengan mengharukan, Kamil Koto berbagi kisah seputar Presiden Syafruddin Prawiranegara, yang selama 207 hari menjadi nahkota bagi republik ini. Sebuah perjuangan yang mungkin terlupakan, namun sangat penting bagi kelangsungan bangsa ini.
Dalam buku ini peristiwa berdirinya PDRI teruraikan dengan detail. Sejak kedatangan Bung Hatta pada November 1948 ke rumah Syafrudin Prawiranegara di Jogya yang menugaskan Syafruddin untuk berangkat ke Bukittinggi sesuai dengan kapasitasnya selaku Menteri Kemakmuran. Saat itu hanya Yogya, Bukittinggi, dan Aceh yang bukan merupakan bagian negara federal bentukan Van Mook. Jadi tiga tempat itulah yang merupakan benteng pertahanan Republik. Pada 19 Desember 1948 terjadi Agresi Militer II. Bung Karno dan Bung Hatta mengantisipasi jika mereka tertangkap dengan membuat rencana untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera yang akan dipimpin oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara.
Dua buah kawat yang memberikan mandat kepada Syafruddin untuk membentuk pemerintahan darurat segera dibuat untuk dikirimkan, satu ditujukan kepada Mr. Syafrudin, dan satu lagi untuk Drs, Sudarsono selaku dubes RI di India dan Mr Alex Maramis selaku menteri Keuangan yang saat itu sedang bertugas di New Delhi. Tapi apa mau kantor Pos & Telegram serta RRI sudah dikuasai Belanda. Sehingga kedua kawat tersebut tak sempat terkirimkan
PDRI ini sngkatan dari Pemerintah Darurat Republik Indonesia, dideklarasikan untuk melanjutkan pemerintahan Republik Indonesia setelah Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap tentara Belanda beberapa hari lalu di Yogyakarta. Para pejuang terbaik bangsa kita memutuskan bahwa pemerintahan harus dilanjutkan meskipun dari tempat terasing seperti kebun teh ini.
Situasi di Bukittinggi juga kian membahayakan. Belanda nyaris berhasil menguasai kota. PDRI sepakat untuk membumihanguskan kota itu sedangkan Syafruddin dan seluruh pimpinan PDRI mengungsi ke sebuah tempat terpencil di tengah rimba Sumatera. Guna menjalankan pemerintahan. Selama dalam pengungsian pemerintahan tetap berjalan dengan melakukan banyak koordinasi melalui Radio AURI
Sosok Kamil Koto, tidak saja mengajak kita mengikuti tapak tilas perjuangan para putra terbaik bangsa kita, namun juga pergolakan bathin para anak manusia serta metamorfosis seorang preman pasar menjadi pejuang dan pengusaha sukses. Bagaimana pengorbanan tanpa pamrih dilakukan dengan nekat kuat demi sebuah tujuan mulia, KEMERDEKAAN!
Kita memang mendapat banyak hal dari buku ini, selain peristiwa sejarah yang nyaris dilupakan. Saat sekolah, saya hanya tahu Peristiwa Bandung Lautan Api dan Agresi Militer Belanda. Melalui buku ini, saya jadi tahu ada pembumihangusan Bukittinggi. Juga bagaimana peristiwa Agresi Militer Belanda dengan lebih lengkap,serta tak ketinggalan kisah bagaimana perjuangan Jendral Besar Sudirman memimpin gerilya dari atas tandu yang legendaris.
Kisah mengenai Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang mengendarai mobil menjemput Bung Hatta membuat saya terseyum. Wajar jika Bung Hatta terkejut! Status Sultan adalah sebagai raja sedangkan mereka adalah tamu. Dan biasanya seorang raja tidak mengendarai mobilnya sendiri apalagi saat itu situasi sedang genting.

Bonus kisah bagaimana sempat terjadi keributan kecil antara pemimpin bangsa kita, menunjukkan betapa kuatnya tekanan yang harus mereka hadapi. Biar bagaimana mereka juga manusia biasa yang kadang kesal dan punya amarah. Hanya tekat kuat dan semangat lah yang bsai mempersatukan mereka
Selama era kemerdekaan, Sjafruddin pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Saat menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta pada 10 Maret 1950 , beliau mengeluarkan kebijakan yang dikenal dengan nama Gunting Sjafruddin . Kebijakan itu berupa memotong uang bernilai Rp 5 lebih hingga separuh.
Menurut kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00.
Mulai 22 Maret - 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lewat tanggal tersebut, maka bagian kiri itu dianggap tidak berlaku lagi. Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar empat puluh tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. Kebijakan ini juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
Sjafruddin menjadi Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama tahun 1951. setelah sebelumnya menjabat sebagai Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir. Bersama Oei Beng To, beliau menulis buku Sejarah Moneter
Beliau meninggal dunia, 15 Februari 1989 di Jakarta