Saturday, September 29, 2018

Resensi Novel Sejarah TAN (sebuah Novel)

Resensi Novel Sejarah TAN (sebuah Novel)NAMA= Rahma Wijayanti
KELAS= X IPS 4
MAPEL= SEJARAH (peminatan)
No.absen= 24



Judul Buku              : Tan: Sebuah Novel

Penulis                     : Hendri Tedja

Penerbit                   : Javanica

Tanggal Terbit        : Februari 2016

Jumlah Halaman    : 427 Halaman


A. SINOPSIS
Saya selalu percaya bahwa kita akan lebih mudah memahami apa yang terjadi saat ini dengan cara memahami kejadian di masa lampau atau sejarah. Buku ini menceritakan kisah hidup Tan Malaka, salah satu tokoh yang paling berpengaruh (selain Soekarno, Hatta, dan Sjahrir.) pada zaman perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Tan Malaka dilupakan oleh bangsa ini, hampir tidak pernah saya dengar namanya sampai saya duduk di bangku kuliah. Kenapa Tan Malaka, tokoh yang begitu penting dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan ini seakan ingin dihapus dari sejarah? Lagi-lagi komunis alasannya. Ya, Tan Malaka Tokoh Komunis, pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Komunis Hindia (nama partai sebelum dirubah menjadi Partai Komunis Indonesia). Semenjak kuliah saya memulai membaca artikel-artikel di internet mengenai tokoh ini, sampai terakhir saya menyelesaikan buku novel biografi sejarah ini.

B. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BUKU

Buku ini tidak menceritakan kisah tentang Tan Malaka sampai akhir hidupnya (Tan Malaka tewas dieksekusi Tentara Indonesia di Kediri tahun 1949). Buku ini memulai kisah Tan Malaka semenjak dia diangkat menjadi tetua adat, lalu memutuskan meninggalkan gelar adat tersebut untuk bersekolah di Belanda. Diceritakan pula pertemuan Tan Malaka dengan Ki Hajar Dewantara di Belanda, kisah cintanya dengan gadis Belanda, dan bagaimana Belanda telah membentuk Tan Malaka menjadi seorang berideologi kiri.

Kembali ke Indonesia, Tan Malaka melanjutkan perjuangannya menjadi seorang guru di Deli, Sumatra Utara. Selanjutnya diceritakan saat Tan Malaka berjuang di pulau Jawa dan bertemu tokoh-tokoh komunis nasional seperti Alimin dan Semaoen yang saat itu merupakan petinggi Sarekat Islam Semarang (fakta bahwa Partai Komunis Indonesia memang awalnya merupakan pecahan dari Sarekat Islam). Buku ini berakhir sampai kisah pemberontakan Partai Komunis Hindia pada pemerintah Hindia Belanda di tahun 1926.

Hal yang menyenangkan dari buku ini adalah Tan Malaka sebagai tokoh dengan sudut pandang pertama sebagai pelaku utama. Pemilihan sudut pandang ini akan membawa pembaca merasa jauh lebih dalam masuk ke dalam pikiran Tan Malaka. Sayangnya, buku ini hanya menceritakan kisah hidup Tan Malaka sampai tahun 1926, padahal Tan Malaka masih hidup dan berjuang sampai 23 tahun berikutnya. Mungkin juga perlu referensi-referensi lain untuk lebih memahami karakter seorang Tan Malaka.

Buku ini layak dibaca sebagai awal perkenalan dengan seorang Tan Malaka. Namun masih banyak buku-buku lain yang mengisahkan perjuangan Tan Malaka, tapi saya belum baca, jadi belum bisa membandingkan. Buku ini juga dapat menambah wawasan anda mengenai perjuangan para tokoh komunis dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Ya, komunisme dan tokoh-tokohnya juga memiliki andil yang besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jadi, jangan percaya Tere Liye.

Resensi Novel Sejarah Ken Arok; Cinta dan Takhta

Resensi Novel Sejarah Ken Arok; Cinta dan TakhtaNAMA: istin Ghairiah
KELAS:X Ips 4
MAPEL: Sejarah (peminatan)
NO. Absen: 10

Resensi Novel Ken Arok
RESENSI NOVEL
Judul: Ken Arok; Cinta dan Takhta
Penulis: Zhaenal Fanani
Penerbit: Metagraf (Grup Tiga Serangkai)
Tahun: 2013
Tebal: 536 Halaman

SINOPSIS
Ken Arok lahir dari seorang perempuan bernama Ken Ndok, seorang perempuan dari Desa Pangkur yang dipersunting oleh Resi Yogiswara. Namun, selama sepuluh tahun menikah, Ken Ndok tidak pernah disentuh oleh suaminya. Resi Yogiswara tidak pernah menunaikan tugasnya sebagai seorang suami. Sementara, Ken Ndok, sebagai perempuan normal mengaharapkan kasih sayang seorang suami.

Di antara kegelisahan dan kegalauannya, suatu hari Ken Ndok bertemu dengan Gajah Para, seorang laki-laki yang memberikan harapan kebahagiaan kepadanya. Di mata Ken Ndok, Gajah Para adalah sosok laki-laki yang baik dan perhatian. Hingga hubungan mereka berdua berlanjut ke hubungan yang “serius”. Ken Ndok hamil, sementara Gajah Para tidak siap dengan segala risiko yang akan dihadapi. Karena, dia tahu bahwa Ken Ndok adalah istri sah Resi Yogiswara (halaman 13).

Gajah Para pun meninggalkan Ken Ndok dalam keadaan hamil. Sementara itu, Ken Ndok semakin khawatir dan takut dengan keadaannya. Ia merasa bersalah telah mengkhianati suaminya. Ia tidak mungkin mengaku hamil, karena suaminya tidak sedikit pun menyentuhnya sejak perkawinannya sepuluh tahun silam.

Sebuah keputusan pun diambil oleh Ken Ndok. Pada suatu malam, dia memutuskan untuk meninggalkan padepokan suaminya. Ia membawa pergi janin yang dikandungnya. Hingga pada akhirnya, dari rahimnya lahir seorang anak laki-laki. Karena merasa tidak mungkin bisa merawat anak itu, akhirnya Ken Ndok meninggalkan anaknya di sebuah kompleks pekuburan (halaman 20-21).

Adalah Ki Lembong, laki-laki yang menemukan sosok bayi yang akhirnya diberi nama Temon itu. Di bawah asuhan Ki Lembong, Temon tumbuh sebagai pemuda yang kuat dan pemberani. Temon akhirnya mengikuti jejak pengasuhnya; menjadi perampok. Temon mengenal dunia hitam jauh sebelum menginjak dewasa. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Ki Lembong mengajak Temon menjarah dan mencuri barang orang lain (halaman 31).
Ki Lembong tahu bahwa tidak seharusnya ia menyeret Temon dalam jagat kehidupan kelam yang selama ini dijalaninya. Tapi, Ki Lembong sudah berpikir jauh, melebihi yang dipikirkan orang. Tampaknya Ki Lembong sudah memiliki firasat bahwa apa yang dijalani Temon bersamanya akan bermanfaat bagi Temon suatu saat kelak.

Akhirnya, Ki Lembong pun memberikan kebebasan kepada Temon untuk memilih kehidupan dan masa depannya. Ki Lembong sadar bahwa Temon bisa hidup mandiri tanpa harus hidup bersamanya lagi. Semula Temon enggan meninggalkan Ki Lembong. Karena, dia sadar bahwa jasa Ki Lembong yang telah membesarkannya sangat besar. Ia tidak mau meninggalkan ayah angkatnya itu. Tapi, Temon harus bisa melaksanakan apa yang diharapkan oleh ayah angkatnya (halaman 36).
Temon akhirnya meninggalkan rumah Ki Lembong dan berjalan tanpa arah dan tujuan. Ia singgah ke beberapa wanua (desa) dan bertemu dengan Bango Samparan, seorang laki-laki penjudi. Karena melihat Temon sebagai pemuda yang berani, bahkan, Bango Samparan menganggap kehadiran Temon membawa keberuntungan, akhirnya Bango Samparan mengubah nama Temon menjadi Ken Arok. Menurutnya, nama Ken Arok lebih pantas disandang oleh seorang pemuda yang pemberani.

KELEBIHAN
Zhaenal Fanani menulis novel sejarah ini dengan baik, bahasa yang lugas dan mudah dicerna. Sebagai novel berlatar sejarah jawa, namun buku ini adalah novel sehingga tidak bisa menjadi pijakan sejarah yang pas.

KEKURANGAN
Buku ini tidak cocok untuk anda yang mencari sebuah kebenaran dalam sejarah, tetapi buku ini sangat cocok bagi anda yang ingin mengambil suatu kebajikan dalam sejarah.
Night Mode