Resensi Novel Ken Arok
RESENSI NOVEL
RESENSI NOVEL
Judul: Ken Arok; Cinta dan Takhta
Penulis: Zhaenal Fanani
Penerbit: Metagraf (Grup Tiga Serangkai)
Tahun: 2013
Tebal: 536 Halaman
SINOPSIS
Ken Arok lahir dari seorang perempuan bernama Ken Ndok,
seorang perempuan dari Desa Pangkur yang dipersunting oleh Resi
Yogiswara. Namun, selama sepuluh tahun menikah, Ken Ndok tidak pernah
disentuh oleh suaminya. Resi Yogiswara tidak pernah menunaikan tugasnya
sebagai seorang suami. Sementara, Ken Ndok, sebagai perempuan normal
mengaharapkan kasih sayang seorang suami.
Di antara kegelisahan dan kegalauannya, suatu hari Ken Ndok
bertemu dengan Gajah Para, seorang laki-laki yang memberikan harapan
kebahagiaan kepadanya. Di mata Ken Ndok, Gajah Para adalah sosok
laki-laki yang baik dan perhatian. Hingga hubungan mereka berdua
berlanjut ke hubungan yang “serius”. Ken Ndok hamil, sementara Gajah
Para tidak siap dengan segala risiko yang akan dihadapi. Karena, dia
tahu bahwa Ken Ndok adalah istri sah Resi Yogiswara (halaman 13).
Gajah Para pun meninggalkan Ken Ndok dalam keadaan hamil.
Sementara itu, Ken Ndok semakin khawatir dan takut dengan keadaannya. Ia
merasa bersalah telah mengkhianati suaminya. Ia tidak mungkin mengaku
hamil, karena suaminya tidak sedikit pun menyentuhnya sejak
perkawinannya sepuluh tahun silam.
Sebuah keputusan pun diambil oleh Ken Ndok. Pada suatu
malam, dia memutuskan untuk meninggalkan padepokan suaminya. Ia membawa
pergi janin yang dikandungnya. Hingga pada akhirnya, dari rahimnya lahir
seorang anak laki-laki. Karena merasa tidak mungkin bisa merawat anak
itu, akhirnya Ken Ndok meninggalkan anaknya di sebuah kompleks pekuburan
(halaman 20-21).
Adalah Ki Lembong, laki-laki yang menemukan sosok bayi yang
akhirnya diberi nama Temon itu. Di bawah asuhan Ki Lembong, Temon
tumbuh sebagai pemuda yang kuat dan pemberani. Temon akhirnya mengikuti
jejak pengasuhnya; menjadi perampok. Temon mengenal dunia hitam jauh
sebelum menginjak dewasa. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Ki Lembong
mengajak Temon menjarah dan mencuri barang orang lain (halaman 31).
Ki Lembong tahu bahwa tidak seharusnya ia menyeret Temon
dalam jagat kehidupan kelam yang selama ini dijalaninya. Tapi, Ki
Lembong sudah berpikir jauh, melebihi yang dipikirkan orang. Tampaknya
Ki Lembong sudah memiliki firasat bahwa apa yang dijalani Temon
bersamanya akan bermanfaat bagi Temon suatu saat kelak.
Akhirnya, Ki Lembong pun memberikan kebebasan kepada Temon
untuk memilih kehidupan dan masa depannya. Ki Lembong sadar bahwa Temon
bisa hidup mandiri tanpa harus hidup bersamanya lagi. Semula Temon
enggan meninggalkan Ki Lembong. Karena, dia sadar bahwa jasa Ki Lembong
yang telah membesarkannya sangat besar. Ia tidak mau meninggalkan ayah
angkatnya itu. Tapi, Temon harus bisa melaksanakan apa yang diharapkan
oleh ayah angkatnya (halaman 36).
Temon akhirnya meninggalkan rumah Ki Lembong dan berjalan
tanpa arah dan tujuan. Ia singgah ke beberapa wanua (desa) dan bertemu
dengan Bango Samparan, seorang laki-laki penjudi. Karena melihat Temon
sebagai pemuda yang berani, bahkan, Bango Samparan menganggap kehadiran
Temon membawa keberuntungan, akhirnya Bango Samparan mengubah nama Temon
menjadi Ken Arok. Menurutnya, nama Ken Arok lebih pantas disandang oleh
seorang pemuda yang pemberani.
KELEBIHAN
Zhaenal Fanani menulis novel sejarah ini dengan baik,
bahasa yang lugas dan mudah dicerna. Sebagai novel berlatar sejarah
jawa, namun buku ini adalah novel sehingga tidak bisa menjadi pijakan
sejarah yang pas.
KEKURANGAN
Buku ini tidak cocok untuk anda yang mencari sebuah
kebenaran dalam sejarah, tetapi buku ini sangat cocok bagi anda yang
ingin mengambil suatu kebajikan dalam sejarah.
No comments:
Post a Comment