Tahun 1995, Indonesia
dengan bangganya menerbangkan pesawat terbang produk dalam negerinya untuk yang
pertama kalinya. Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, menjadi saksi dari
berdirinya tonggak ejarah awal bangsa Indonesia di dalam bidang kedirgantaraan pesawat
terbang modern, diliputi keriangan
suasana perhelatan. Presiden Soeharto bersama seluruh pejabat terpenting
Republik tumplek ke lapangan terbang itu. Sementara itu, jauh di atas angkasa,
pesawat N-250 Gatotkaca tengah melesat sembari menorehkan momen-momen emas
dalam sejarah kedirgantaraan Indonesia.
Tepuk tangan bergemuruh
saat Erwin Danuwinata, pilot penguji pesawat komuter N-250
Gatotkaca—berkapasitas 70 penumpang—mendaratkan pesawatnya dengan mulus di
landasan setelah terbang perdana selama 56 menit. Presiden Soeharto, yang tak
mampu menahan rasa harunya, berpidato: “Keberhasilan uji coba penerbangan
pesawat N-250 adalah tonggak bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia karena
berhasil merancang sendiri pesawat modern.”
Namun, kemanakah
sekarang Pesawat N250 ini???? Lalu jika Indonesia 1995 indonesia sudah bisa
membuat produk pesawat terbang dalam negeri sendiri lalu kemana sekarang produk
dalam negeri ini????
Mungkin itulah yang
terlintas dipemikiran orang, akhir-akhir ini saya menonton video youtube
catatan najwa yang menghadirkan eyang Habibie untuk menjawab semua pertanyaan
yang telah dikirimkan oleh para follower dari najwa shihab. Dalam videonya
seorang Habibie sedang membuat proyek pembuatan pesawat R80 dengan cara
mengumpulkan dana dari masyarakat Indonesia melalui Kitabisa.com dengan tujuan
anggaran adalah 1,6 Milliar USD. Dalam videonya Habibie berbicara bahwa R80 adalah
pesawat milik masyarakat Indonesia, saya membuat urunan atau patungan ini untuk
mengamankan R80 dari campur tangan pihak lain.supaya proyek pembuatan
pesawatnya kali ini tidak dihancurkan ataupun diganggu lagi oleh pihak lain. Nah,
dari pernyataan itu kemudian saya mencoba mencari tahuapa yang sebenarnya
terjadi???? Dan akhirnya saya menemukan beberapa asumsi penyebab masalah itu
terjadi.
N250
gagal karena belum memiliki sertifikasi ?
Rencana pengembangan
N-250 pertama kali diungkap PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia,
Indonesian Aerospace) pada Paris Air Show 1989. Pembuatan prototipe pesawat ini
dengan teknologi fly by wire pertama di dunia dimulai pada tahun 1992. Pesawat
ini terbang selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995.
Pada saat itu saingan
pesawat ini adalah ATR 42-500, Fokker F-50 dan Dash 8-300.
Kalau anda membaca
spesifikasi tersebut maka anda akan menemukan bahwa N-250 adalah pesawat
turboprop pertama yang menggunakan teknologi fly by wire.Jadi sebenarnya apa
yang salah sehingga pesawat ini belum juga dapat diproduksi kemudian dijual??
Kita harus ingat bahwa
pesawat terbang sipil dan militer memiliki syarat yang berbeda agar mereka
dapat diijinkan untuk dapat dijual. N-250 sebagai pesawat sipil harus memenuhi
syarat dari ICAO, yaitu bahwa setiap pesawat sipil sebelum dapat dijual harus memenuhi
syarat mendapat sertifikasi dari beberapa negara (saya lupa jumlah negara yang
harus memberi cleareance) yang menyatakan bahwa pesawat tersebut layak
beroperasi dibeberapa negara dengan iklim yang berbeda.
Seingat saya, terakir
N-250 sempat melakukan ujicoba dinegara norwegia, untuk menguji bahwa N-250
layak beroperasi dinegara dengan iklim dingin. Tetapi kemudian pada tahun
1997-1998 krisis finansial menimpa negara tercinta kita.. Syarat agar IMF mau
mengucurkan dana kepada kita adalah semua subsidi untuk IPTN (sekarang PT
Dirgantara Indonesia) harus dicabut. Maka berakhir pula proyek N-250, karena
IPTN tidak memiliki sumber dana lagi untuk mengadakan sertifikasi dibeberapa
negara, karena selama ini penghasilan IPTN hanya berasal dari subsidi pemerintah
dan kontrak pembelian pesawat yang
dilakukan oleh TNI dan beberapa negara ASEAN yang nilainya sangat kecil,
bahkan kontrak pembelian pesawat CN-235 pernah tidak dibayar dengan uang (anda
masih ingat ketika pesawat produksi IPTN dibayar dengan beras ketan oleh
pemerintah Thailand?).. Sehingga sampai sekarang N-250 belum dapat dijual oleh
PT. DIkarena masih terganjal masalah sertifikasi.
N250
Produksi PT Dirgantara Indonesia hancur karena IMF ?
1998 Indonesia mengalami
krisis ekonomi untuk mengatasinya presiden soeharto harus meminjam uang dari
IMF namun dengan syarat. Sampai akhirnya Presiden Soeharto memutuskan menerima
bantuan International Monetary Fund (IMF) dengan syarat menghentikan proyek pengerjaan
pesawat N250 yang menjadi kebanggaan Habibie. Dan hasilnya ratusan bahkan
ribuan pegawai terbaik milik nusantara harus di pulangkan alias diberhentkan
seperti pernyataan Habibie berikut "Saya serahkan 48.000 orang dan saya
serahkan semua itu untuk membuat apakah kereta api, pesawat terbang, apa
senjata. Total turn over 10 juta dollar AS, tapi karena reformasi diimbau oleh
IMF, kita ramai-ramai membunuhnya. Di kacamata saya, itu kriminal," ujar
Habibie dengan emosional.
Suami dari Hasri Ainun
Besari itu menganalogikan dimatikannya industri strategis Indonesia sama dengan
membunuh anak sendiri. Apabila sang anak sakit, seharusnya disembuhkan hingga
bangkit kembali.
"Padahal, Anda
tahu di situlah tempat manusia-manusia unggul di mana mereka membuat produk
yang dibutuhkan banyak orang," tutur Habibie.
Pria yang merintis
kariernya dari awal sebagai peneliti hingga bisa mendapat posisi tinggi di
perusahaan pesawat terbang Jerman itu sempat membuat jeda saat berbicara.
"Anda tahu, saya sempat protes industri strategis ditukarkan. Tapi, tidak
ada yang mendengar," ceritanya.
Kegetiran Habibie
semakin menjadi manakala 16.000 orang yang dipecat ketika itu mendatanginya.
Mereka yang tak lagi memiliki pekerjaan merasa kebingungan harus mencari nafkah
dari mana. Habibie pun hanya bisa merelakan mereka untuk mencari pekerjaan di
luar negeri yang juga sedang gencar memproduksi industri strategisnya.
Alhasil, para ahli
Indonesia "hijrah" dan bekerja di perusahaan asing, seperti Boeing
dan Airbus. Mereka juga bekerja di Thailand, Brasil, dan Turki.
"Saya katakan, carilah
pekerjaan. Mereka harus bekerja supaya tidak berhenti dari proses unggul ini
supaya tidak tertinggal. Tunggulah sampai mereka pulang," kata Habibie.
N250
hilang karena Soeharto ?
Dalam penanda tanganan
bantuan dari IMF Habibie merasa tidak dilibatkan oleh presiden soeharto saat
itu dalam pernyataan waktu itu Habibie mengklaim, dirinya tidak dilibatkan
Mantan Presiden Soeharto dalam penandatanganan kesepakatan dengan IMF tersebut.
Dalam salah satu klausul atau syarat yang harus dijalankan pemerintah Indonesia
dari IMF, terdapat butir yang menyatakan penghentian pembiayaan pengembangan
pesawat N250 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Jadi, saat
menandatangani pencoretan N250 itu oleh Pak Harto, saya sebagai Wakil Presiden
tidak diikutsertakan, sedangkan seluruh jajaran kabinet dilibatkan. Padahal, di
situ saya berkepentingan, namun Habibie juga merasa legowo menerimanya Menurut
Habibie, bahkan setelah menjadi Presiden RI pada periode 1998-1999, dia tetap
mengalah dengan keputusan tersebut. Sebab, dia mengibaratkan, lebih baik
mementingkan satu hal yang dicintai daripada satu hal yang disukai.
"Keputusan itu
untuk Indonesia, saya mencintai rakyat. Saya mengalah asal NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) tetap satu. Tidak seperti Rusia yang pecah jadi 17
negara,” Habibie juga menambahkan "Industri
strategis di dunia ada tiga yang ditutup, pertama di Jepang, kedua Jerman, dan
Indonesia waktu reformasi, sedih enggak. Tapi sudah deh itu lebih murah
daripada kita perang saudara,
Industri
Pesawat Teknologi Nasional (IPTN) Pantas untuk ditutup ?
Dari sudut pandang IMF Saat
itu, IMF ‘memaksa’ pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan proyek-proyek
negara yang tidak padat modal, seperti proyek di sektor pertanian dan
kerajinan, dibandingkan proyek-proyek padat modal, seperti industri manufaktur
berteknologi tinggi. Industri manufaktur yang memakan banyak biaya dianggap
harus ditunda atau bahkan dihentikan, sebagaimana yang terjadi pada PT. DI. PT.
DI, satu perusahaan nasional manufaktur sektor dirgantara yang padat modal
waktu itu dianggap memiliki kinerja buruk oleh IMF, sehingga IMF pun mendesak
pemerintah Indonesia untuk menghentikan sokongan dananya bagi PT. DI. Dari
sudut pandang IMF, jumlah dana pembelajaan operasional PT. DI yang gigantic,
bahkan hingga menggunakan off budget, seperi dana reboisasi, itu menunjukkan
jika PT. DI terlalu memakan banyak anggaran belanja negara. Manajemen keuangan
perusahaan yang buruk dan praktek korupsi yang menjangkit perusahaan juga kian memperburuk
neraca keuangan PT. DI dari tahun ke tahun. Bahkan di tahun 1999, diperkirakan
PT. DI menderita kerugian sebasar 75 miliar rupiah.Melihat situasi keuangan
seperti itu, membuat IMF sangat pesimistis dalam menilai masa depan PT. DI.
Terlebih dana Indonesia yang terbatas waktu itu, menurut IMF akan lebih baik
jika dialirkan untuk sektor-sektor lain yang masih bisa diselamatkan dan
diproyeksikan lebih menjamin untuk mendatangkan keuntungan. Apalagi terdapat
vonis terhadap PT. DI yang akan tetap merugi dan tidak mampu memproduksi atau
memenuhi pesanan pesawat dari negara lain seperti Iran dan Pakistan, karena
sebagian suku cadang pesawat yang harus diimpor dari Amerika Serikat tidak bisa
didatangkan. Hal tersebut terjadi akibat ada embargo ekonomi oleh Amerika
Serikat karena alasan politis, yaitu konflik Timor-Timur.
Nah dari penjelasan
tersebut bisa anaslis sendiri mana yang merupakan penyebab gagalnya N250???? Karena
cukup disayangkan ternyata Indonesia sampai saat ini masih belum bisa
memproduksi pesawatnya sendiri. Untuk memwujudkan mimpi dan menjadikan Indonesia
bangsa yang maju maka mari kita ramai-ramai ikut membangun proyek terbaru Eyang
Habibie dalam pembangunan R80 melalui kitabisa.com
Sumber :
www.Beritasatu.com
www.Wikipedia.com
ww.gehanghofari.blogspot.com
No comments:
Post a Comment